Home » » Amnesty Internasional dan KontraS Desak SBY Bentuk Komisi Kebenaran Di Aceh

Amnesty Internasional dan KontraS Desak SBY Bentuk Komisi Kebenaran Di Aceh

Written By Huinestfend on Friday, 15 August 2014 | 15:18


Aksi Koalisi NGO HAM yang tidak mendapat respon oleh Komnas HAM itu menuntut kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa Aceh diberlakukan sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) diusut tuntas. (ANTARA )
Amnesty International dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menagih janji pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengakhiri impunitas di Aceh dengan memenuhi tuntutan-tuntutan para korban pelanggaran HAM sebelum masa jabatannya berakhir pada Oktober 2014.

Sebab telah sembilan tahun sejak perjanjian damai Helsinki 2005 ditandatangani, pemerintah belum memenuhi kewajibannya untuk memastikan kebenaran, keadilan dan reparasi atas pelanggaran-pelanggaran HAM. Termasuk belum adanya pembentukan komisi kebenaran di Aceh.

Penundaan yang berkelanjutan dan tidak adanya kemauan pemerintah untuk membentuk komisi ini telah memperpanjang penderitaan para korban dan keluarganya. Padahal mereka mengingatkan komisi itu bagian penting dari perjanjian tersebut. Padahal akhir tahun lalu setelah ada desakan oleh kelompok dan organisasi korban pelanggaran HAM, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah mengesahkan qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh.

"Namun demikian, hingga saat ini tidak ada kemajuan dalam implementasi qanun tersebut," tulis Josef Roy Benedict Campaigner Indonesia & Timor-Leste, dari Amnesty International dalam rilisnya kepada Gresnews.com. Disisi lain Amnesty International dan KontraS mengetahui Kementerian Dalam Negeri juga menentang pembentukan komisi ini.

Para korban konflik Aceh hingga saat ini terus meminta kebenaran tentang pelanggaran-pelanggaran HAM yang mereka derita. Ribuan orang masih tidak tahu nasib dari orang-orang hilang yang dicintainya. Sementara sedikit sekali kasus-kasus konflik Aceh yang telah diinvestigasi dan tidak ada satu pun kasus pelanggaran HAM yang dibawa ke pengadilan sejak 2005.

Padahal kegagalan mengadili mereka yang diduga melakukan pelanggaran HAM, punya konsekuensi besar bagi supremasi hukum di Aceh hari ini dan akan warisan kekerasan terus bertahan. Untuk itu Amnesty Internasional dan Kontras mendesak Komnas HAM segera menyelesaikan penyelidikan pro-justicia yang sedang dilakukannya. Seperti kasus Simpang KKA 1999 di Aceh Utara ketika militer menembak mati 21 pengunjuk rasa dan kasus Jamboe Keupok di Aceh Selatan di mana empat orang ditembak mati dan 12 orang dibakar hidup-hidup oleh serdadu militer pada Mei 2003.

Mereka juga meminta ketika kasus tersebut diajukan ke Kejaksaan Agung, kasus tersebut harus benar-benar disidik tanpa intervensi kepentingan politik. "Dampak dari intervensi politik terhadap kasus HAM Aceh, hasil investigasi pemeritah dan Komnas HAM terkait pelanggaran-pelanggaran HAM tak pernah dibuka ke publik atau dibawa ke pengadilan," tambah Josef.

Mereka menilai salah satu langkah kunci yang bisa ditawarkan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM ini, presiden diakhir jabatannya menyampaikan pernyataan maaf kepada publik dan resmi kepada para korban pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia dan tenaga-tenaga pembantu mereka di Aceh.


Amnesti Internasional dan Kontras mencatat Konflik Aceh antara Gerakan Aceh Merdeka dengan pemerintah Indonesia yang berlangsung sejak 1975 dan memuncak selama operasi militer dari 1989 hingga 2005, telah merenggut korban jiwa 10.000-30.000 orang.

Sumber : JAKARTA|GRESNEWS.COM

0 comments :

Post a Comment

Kebebasan yang kami berikan adalah komentar pengunjung tidak terbatas, selagi menghormati SARA. kesan dan saran sangat kami butuhkan, karena melalui media blogspot ini, pengguna bermaksud ingin memberikan apa-pun informasi yang harus diketahui publik. atas kunjungannya, pengguna ucapkan terima kasih....

Popular Posts